综合

Rasa Nostalgia di Semangkuk Kolak Legendaris Bu Mumun

时间:2010-12-5 17:23:32  作者:焦点   来源:时尚  查看:  评论:0
内容摘要:Jakarta, CNN Indonesia-- Teriknya matahari tak melunturkan semangat para penjaja takjiluntuk tetap b quickq充值多少

Jakarta,quickq充值多少 CNN Indonesia--

Teriknya matahari tak melunturkan semangat para penjaja takjiluntuk tetap berdagang di sekitar Jalan Sabang, Jakarta Pusat pada Selasa (19/3) lalu.

Rasa Nostalgia di Semangkuk Kolak Legendaris Bu Mumun

Di salah satu titik, tepatnya di area trotoar dekat Hoka Hoka Bento dan minimarket Papaya, Kolak Legendaris Bu Mumun juga sudah mulai ramai didatangi pembeli. Padahal, jam berbuka puasa masih sekitar 4-5 jam lagi.

"Ini lagi bungkus pesanan lewat WA (WhatsApp), minta dibuatkan 90 kantong," ujar Dian (40). Suaranya terdengar nyaring di antara pembeli yang berebut ingin dilayani duluan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pilihan Redaksi
  • 5 Jenis Pisang untuk Kolak Enak dan Manis
  • Benarkah Kita Butuh Makanan-Minuman Manis saat Berbuka Puasa?
  • Sering Takjil War? Ini Rekomendasi Favorit Takjil di Bulan Ramadhan!

Kolak yang dijajakan di Kolak Legendaris Bu Mumun dari segi tampilan sebenarnya sama saja dengan kolak-kolak lainnya. Ada pisang, ubi atau singkong, tape, kolang kaling, hingga biji salak.

Satu hal yang membuat kolak Bu Mumun terlihat berbeda adalah semua bahan dibuat terpisah. Satu wadah untuk kolak, satu wadah untuk tape, satu wadah untuk ubi, satu wadah lainnya untuk kolang-kaling, dan wadah lainnya berisi biji salak.

Kata Dian, cara ini merupakan inisiatif sang ibu yang memisahkan setiap bahan. Soalnya, tak sedikit pembeli yang hanya memesan satu atau dua jenis bahan kolak.

"Kan, ada yang cuma mau biji salak, ada juga yang cuma mau tape, macam-macam lah. Makanya, biar enggak nyampur-nyampur,dibuat terpisah," kata Dian.

Salah satu pembeli yang ditemui di lokasi, Nur Komalasari (46), mengungkapkan bahwa kolak Bu Mumun punya rasa yang berbeda. Selain pilihan topping yang beragam dan bisa dipesan sesuai selera, rasa manis dari kolaknya pun tidak bikin giung.

Warga berbelanja takjil di kios Kolak legend bu Mumun. Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024.Warga berburu takjil di warung Kolak Legendaris Bu Mumun, Jakarta, Selasa (19/3). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

"Enak rasanya, manisnya kayaknya enggak pakai gula biang. Terus kolaknya juga lebih kental. Campuran santannya juga enak, bikin rasa gurih di kolaknya muncul, tapi takarannya pas," kata dia.

Nur memang sudah jatuh cinta dengan kolak Bu Mumun. Ia telah menjadi pelanggan setia kolak Bu Mumun sejak 26 tahun lalu.

Hampir setiap bulan Ramadhan, Nur akan mampir ke Jalan Sabang hanya untuk membeli kolak Bu Mumun.

"Iya sudah sering beli. Rasanya, sih, kalau buat saya enggak ada tandingannya ya. Enak," katanya.

Kolak bu Mumun memang memiliki rasa yang cukup unik. Campuran santan dan gula merah membuat rasa gurih dan manis sama-sama menonjol. Tak ada yang lebih unggul satu sama lain.

Lihat Juga :
Islam dan Budaya Jawa Dalam Semangkuk Kolak

CNNIndonesia.commencicipi campuran semua kolak yang terdiri dari pisang uli, ubi, tape singkong, biji salak, hingga kolang-kaling.

Santan yang digunakan merupakan santan asli dari kelapa, bukan santan sachetyang sudah banyak dijual saat ini.

Penggunaan gulanya pun merupakan gula kelapa asli, bukan gula biang yang sekali lagi sudah banyak dijual untuk memudahkan para pedagang.

Gula merah memang menjanjikan rasa manis yang khas. Tapi, bagi mereka yang tidak terlalu suka manis, mungkin harus pikir-pikir dulu sebelum membelinya.

Rasa lain yang ditawarkan dari kolak ini adalah rasa nostalgia. Saat mencicipi kolak ini, seperti dibawa ke masa lalu, saat-saat menikmati kolak rumahan, buatan nenek di kampung halaman.

Kolak ini memang memiliki rasa dan aroma pulang kampung. Tak heran karena semua dimasak sendiri oleh si empunya warung, Bu Mumun, yang meracik kolaknya sejak pukul 03.00 WIB.

Simak cerita kolak Bu Mumun di halaman berikutnya..

Nama lengkapnya Munirah. Tapi kini orang-orang mengenalnya dengan panggilan Bu Mumun atau Mpok Mumun. Pada tahun ini, usianya menginjak 69 tahun.

Ada kekhawatiran di sorot matanya saat berbincang sore itu. Dia mengaku takut kolak yang sudah dijual sejak 34 tahun lalu tak memiliki penerus jika kelak dirinya dipanggil Tuhan. 

"Saya bilang kalau tahun depan ibu enggak ada gimana ini. Kita dikasih umur alhamdulillah masih ada sekarang. Tapi tahun depan sudah 70 [tahun], kita enggak tahu ini saya masih hidup atau tidak. Tapi, ya, begitu [anak-anak] gitu, bilangnya enggak bisa," kata Mumun. 

Mumun sendiri tidak pelit membagikan resep kepada anak-anaknya yang sering membantu berjualan. Namun, anak-anaknya terlihat enggan dan kurang tekun ketika diajak membantu di dapur. 

Makanya, Bu Mumun mengaku takut jika kolaknya tak memiliki penerus. Padahal, pelanggannya bukan hanya orang Jakarta. Ada dari Lampung, Tangerang, Palembang, hingga Bandung. 

Pilihan Redaksi
  • Jangan Asal, Begini Cara Sehat Makan Kolak saat Berbuka Puasa
  • Siapa Saja Kelompok Orang yang Perlu Membatasi Makan Kolak?
  • Mana Favorit Kamu: Kolak Panas Vs Kolak Dingin?

"Yang [rumahnya] jauh-jauh itu sekali beli buat seminggu. Mereka sengaja bawa satu toples besar. Jadi pesannya langsung banyak," kata dia. 

Bu Mumun sendiri mengaku sudah berjualan sejak tahun 1990 silam saat Preside ke-2 RI Soeharto masih berkuasa. Sejak awal, ia sudah berjualan kolak di Jalan Sabang. 

Kala itu, hanya dia yang berjualan kolak setiap bulan Ramadhan. Kondisinya jelas berbeda dengan sekarang, di mana hampir setiap belokan ada penjaja kolak yang berjualan.

Walau demikian, Bu Mumun tidak merasa tersaingi. Ia percaya dirinya memiliki basis pelanggan setia yang cukup besar.

"Ya, tidak apa-apa. Rezeki Allah yang atur. Toh, pelanggan tetap bedatangan meskipun yang jualan kolak juga makin banyak," katanya. 

Kolak yang tidak cepat basi

Warga berbelanja takjil di kios Kolak legend bu Mumun. Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024.Keramaian Kolak Legendaris Bu Mumun di Jalan Sabang, Jakarta, Selasa (19/3). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Soal kekhasan atau hal yang spesial dari kolak ini, menurut Bu Mumun, selain rasa dan penggunaan gula asli, kolaknya juga tahan lama alias tidak cepat basi. 

"Bukan saya pamer, ya, tapi ini memang terbukti kolak saya tidak cepat basi," kata dia. 

Menepis penggunaan pengawet, Bu Mumun pun membagikan tips agar kolaknya tidak cepat basi. Cukup keluarkan semua uapnya, maka masakan jadi awet tahan lama. 

"Kita selalu kasih ruang buat semua makanan yang dimasak. Kita keluarkan uapnya dan tentunya proses memasaknya juga harus benar-benar bersih," kata dia.

Selain itu, Bu Mumun juga selalu menggunakan bahan-bahan yang segar. Dalam satu hari, dia akan menghabiskan 8-10 tandan pisang uli. Untuk ubi, dibutuhkan dua kuintal ubi hanya untuk dua hari. 

"Dari semua itu, omset bersih kita adalah Rp13 juta sampai Rp15 juta [per hari]. Lumayan meskipun masaknya harus dari jam 3 pagi," kata dia. 

Di usia senjanya, Bu Mumun tetap memilih berjualan. Baginya, kebahagiaannya justru muncul saat memasak kolak.

"Bagi saya, sih, saya bahagia kalau di dapur dan masak. Jadi kalau disuruh istirahat dari jualan, saya justru sedih dan merasa kesepiaan. Kasihan juga pembeli yang sudah antre berjam-jam," katanya. 

copyright © 2025 powered by quickq网页版入口   sitemap