Dongkrak Perekonomian, BI Diprediksi Akan Pangkas BI Rate 25 Poin Bulan Ini
Bank Indonesia (BI) diproyeksi akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Mei 2025 dari level 5,75% jadi 5,5%.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Andry Asmoro atau yang akrab disapa Asmo, mengatakan bahwa langkah pemangkasan BI Rate menjadi momentum yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Ekonomi Melambat di Kuartal I, BI Ramal Bisa Amblas ke 4,7% Akibat Tarif AS
“Ada ruang kemudian pemangkasan suku bunga acuan 25 basis di RDG di bulan ini jadi 25 basis dari 5,75% ke 5,5%,” kata Asmo dalam Mandiri Economic Outlook Q2 2025 bertajuk Building Resillience in the Midst of Global Turbulence di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Menurut Asmo, tekanan terhadap nilai tukar rupiah saat ini tidak sekuat pada kuartal pertama. Kondisi mulai membaik berkat tercapainya kesepakatan tarif dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
“Harusnya rupiah pressure-nya sudah tidak setinggi lagi di periode awal, di kuartal 1 yang lalu,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti kondisi inflasi domestik yang tetap terkendali dan berada dalam target Bank Indonesia, serta tingkat suku bunga acuan Indonesia yang masih relatif kompetitif jika dibandingkan dengan negara lain.
“inflasi saya rasakan sangat tetap rendah di range-nya Bank Indonesia dan last but not least saya rasa kemudian kita range dari interest rate benchmark rate terhadap dibandingkan dengan negara-negara lain juga masih relatively kompetitif,” tuturnya.
Baca Juga: Akselerasi Inklusi Keuangan di Pedesaan, Bank Mandiri Gandeng BUMDes dan UMKM Lokal
Di sisi global, Asmo memperkirakan The Federal Reserve(The Fed) Amerika Serikat akan menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) sebesar 50 basis poin dalam paruh kedua tahun ini, dari 4,5% ke 4%. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang masih mencermati arah inflasi ke depan.
“Masih ada kekhawatiran bahwa inflasi akan meningkat karena banyak repricingyang terjadi di industri manufaktur di Amerika Serikat terhadap input costnya yang kemudian akan meledak atau naik karena terkena dampak dari tarif tadi ketika itu sudah di pricein dan inflasi kemudian sudah relatif bisa di handle,” urainya.
(责任编辑:知识)
- Pertama Kalinya, Raja Charles Buka Kastil Balmoral untuk Wisata
- Muhammadiyah Akui Masih Pikir
- Pulau Paling 'Kesepian' di Dunia, Menyeramkan untuk Dikunjungi
- 10 Hotel Terbaik di Dunia 2025 versi TripAdvisor
- Kisruh Hotel Sultan, Pontjo Sutowo Akan Laporkan PPKGBK ke Bareskrim Polri
- Soal Duet Anies
- Studi Temukan Sindrom Patah Hati Lebih Mematikan pada Pria
- 7 Mal Ini Punya Immigration Lounge, Urus Paspor Lebih Mudah
- Kejagung Bantah Penangkapan Jubir Timnas AMIN Bermuatan Politis
- Dua Tersangka Kasus Korupsi Timah Jalani Tahap II oleh Kejagung ke Kejari Jakarta Selatan
- Nasabah Tak Ingin KSP Indosurya Pailit, Ini Buktinya!
- 4 Hal Ini Bisa Memicu Dehidrasi Selain Kurang Minum
- Novanto Kecelakaan, Senior Golkar: Rakyat Sudah Pintar!
- 7 Mal Ini Punya Immigration Lounge, Urus Paspor Lebih Mudah
- VIDEO: ARMY Serbu Photobooth Gratis BTS POP
- Masyarakat Adat Sorong Selatan Siap Kembangkan Ekowisata Berkelanjutan
- Turis Sebut Durian Malaysia Tak Enak hingga Bertengkar dengan Penjual
- Danis Murib, Desertir TNI yang Bergabung ke OPM Ditembak Mati, Begini Kronologinya
- Tekan Angka Stunting, BKKBN Terus Lakukan Pemutakhiran Data Keluarga
- Polda Jabar Buka Hotline Pemberian Informasi Pembunuhan Vina Cirebon